Dewirahmawati8's Blog

Jejak kebajikan Ibu tiri

Posted on: November 6, 2009

Kejamnya Ibu tiri tak sekejam Ibu kota.  Mungkin ada benarnya tak semua Ibu tiri jahat, selama masih ada hati so kita masih bisa berkompromi dengan makhluk yang namanya Ibu.  Persfektif di luar memandang Ibu tiri Ih….galak…….serem, hanya sayang sama ayah saja. bla bla bla. Adakah wanita yang bercita-cita menjadi Ibu tiri? mungkin tak sampai terpikirkan.  Namun kita tak bisa menolak suratan takdir apabila kita berjodoh dengan duda beranak.  Sehingga jika menikah dan langsung dapat gelar Ibu tiri.  Apapun itu, bisa jadi pahala atau dosa, kitalah yang menyingkapi jalan kebajikan atau kelalaian.  Menabung pahala tentunya dengan memelihara anak titipan Tuhan ke tangan kita.  Energi positifnya diharapkan double ibadah, menikah dan mengurus anak.

Cerita ini mengkisahkan kebahagiaan menjadi Ibu tiri. Ku lihat di sinar matanya yang berbinar ketika bercerita tentang anak barunya.  Ia belajar menjadi Ibu dan memahami anak yang bukan dari rahimnya.  Mengenali kebiasaan dan mengajarkan aturan-aturan yang mesti di taati. Sebutlah Lala, dia seorang muslimah yang bekerja di kota besar. Statusnya awalnya adalah gadis yang menikah dengan duda beranak satu.

Disini saya melihat sisi lain di balik kepingan koin rumah tangga.  Harus rela berbagi perhatian dan kasih sayang, siapkah anda menjadi Ibu tiri? perlu kebesaran hati untuk menerima keduanya. Meyakinkan diri dan keluarga sebelum mengambilan keputusan tersebut. Adaptasi di rumah dan keluarga baru.  Keikhlasan…ya…keikhlasan yang harus berbicara untuk mendamaikan hati.

Yang dilakukan Lala yaitu menempatkan diri seperti Ibu kandung, perlu proses untuk bisa dicintai dan mencintai.  Larangan pada anak tiri bisa jadi bumerang apalagi jika sang papa tak mendukung, tapi semua kembali ke komunikasi dan komitmen kedua belah pihak. Perbedaan pendapat tidak disingkapi dengan bijak akan menimbulkan konflik.  Bisa jadi cara memanjakan anak antara ibu dan ayah berbeda. Jangankan Ibu tiri, orang tua kandung saja bisa beda persepsi memandang dan memberikan kasih sayang kepada anaknya. Walaupun hal kecil bisa jadi besar jika tak sepaham. Jejak kebajikan Lala perlu diacungi jempol. Semoga waktu mengajarkan celah yang terbaik.

Setiap orang itu unik, tak perlu membandingkan yang satu dengan yang lain.  Belajarlah untuk mengerti dan menyesuaikan diri dengan pribadi yang berbeda karakter. Setiap tetes karunia ada pertanggungjawaban, ada amanah yang di emban, ada nikmat yang harus di syukuri.  Ia ingin membangun sebuah kebun yang luas di dunia ini sebagai ladang yang hasilnya akan dipetik akhirat nanti. Tak salah deh abang A.Y menerima Lala sebagai istrinya. Ibu yang bisa diandalkan cie..cie…

Tunggu kelanjutan kisah selanjutnya

Leave a comment